BUDI SUSILO SOEPANDJI

Translate

Di jantung Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), ada nama Budi Susilo Soepandji. Menjabat gubernur lembaga sejak Februari 2011, dialah yang bertanggung jawab atas urusan penyemaian bibit ketahanan negara di kalangan pejabat senior negara, tokoh sipil, kader partai, dan akademisi. Kepada reporter SINDO Weekly, Sukron Faisal, pekan lalu, Budi Susilo bercerita soal kebangkitan bangsa, soal kemiskinan, jurang sosial, dan kerawanan lainnya yang mengintai di horizon. Petikannya:

Bagaimana Anda melihat semangat kebangkitan nasional pasca-Reformasi?
Dulu, kebangkitan nasional dilatari semangat bebas dari kolonialisme. Tapi kini, utamanya setelah Reformasi, kami di Lemhanas melihat ada tantangan baru dengan corak yang lain. Yang utama adalah soal pengentasan kemiskinan dan pemerataan distribusi kekayaan. Soal lainnya adalah radikalisme dan ultraliberalisme.

Bisa dijelaskan lebih jauh?
Kalau Anda perhatikan, ketimpangan ekonomi kini kian terasa seiring hari. Ini persoalan serius. Mereka yang berpikiran pendek, utamanya kalangan radikal ataupun ultraliberal, bisa memanfaatkannya untuk membakar kecemburuan dan, tidak mustahil, prahara dalam struktur sosial. Pemerintah harus waspada. Perlu ada forum untuk menjelaskannya ke publik luas bahwa ada kerawanan yang luar biasa. Dalam soal hukum juga. Pemerintah perlu menunjukkan secara serius kalau hukum tidak berpihak kepada kalangan berpunya atau ke mereka yang pintar menakut-nakuti. Warga harus bisa merasakan kalau negara melindungi mereka setiap saat, dari urusan paling kecil hingga yang menyangkut kepentingan orang banyak, semisal transportasi publik dan perumahan.

Ada kritik belakangan ini kalau kita belum sepenuhnya berdaulat. Di udara, misalnya, Singapura masih menguasai jalur dan lalu lintas penerbangan di seputar Kepulauan Riau?
Kedaulatan yang Anda sebutkan itu lebih kepada kedaulatan fisik. Sementara pendelegasian wewenang pengaturan lalu lintas udara ke Singapura itu terkait dengan pertimbangan ekonomi dan hukum penerbangan. Jadi ada dasarnya. Bukan penyerahan kedaulatan negara.

Dalam konteks yang lebih besar, menurut Anda bagaimana Indonesia seharusnya memosisikan diri di hadapan Amerika dan adidaya baru seperti Cina?
Bila merujuk kepada pembukaan UUD 45, semuanya jelas. Pemerintah harus melindungi seluruh tumpah darah dan keutuhan bangsa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta dalam perdamaian dunia yang abadi. Intinya, pemerintah tidak boleh memosisikan di salah satu negara itu. Kita harus menjaga hubungan baik dengan semua pihak. Ada juga kasus negara lain terus melecehkan bangsa kita, tapi kita harus mendekatinya, tidak menyerang. Bangsa yang besar selalu terbuka untuk berdialog.

Kejahatan transnasional seperti terorisme dan narkotika menjadi ancaman bagi Indonesia. Sejauh mana Anda melihat upaya pemerintah mengatasi persoalan?
Kejahatan transnasional adalah kejahatan yang never ending, tak ada habisnya. Ia melibatkan banyak pihak, dalam dan luar negeri. Negara bisa rusak, efeknya bisa sampai ke anak cucu.

Bagaimana dengan perkembangan reformasi dan revitalisasi TNI? Apakah sudah di jalur yang diharapkan?
Anda sebaiknya bertanya soal ini ke Kementerian Pertahanan. Saya pribadi sih optimistis.

Capaian prestasi pertahanan negara yang menurut Anda fenomenal?
Saya kira sangat membanggakan. Anda bisa tanyakan ke Mabes TNI apa saja yang sudah mereka lakukan untuk menjaga kedaulatan negara. Saya juga angkat topi untuk industri pertahanan yang beberapa tahun lalu memiliki kemajuan luar biasa. Belum sampai puncaknya, memang, tapi maju cukup luar biasa.

Harapan Anda terhadap ketahanan nasional bangsa?
Ada persatuan bangsa dalam wadah yang berlandaskan Pancasila.

Categories:

Leave a Reply