BUDI SUSILO SOEPANDJI

Translate

Buah akan mencerminkan pohonnya. Keberhasilan orangtua akan dinilai dari bagaimana mereka membesarkan dan mendidik putra-putrinya. 
Pepatah tersebut ditulis Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Komaruddin Hidayat pada halaman pertama buku biografi Roesmiati Soepandji.
Dalam buku The Long and Winding Road: Sebuah Biografi Roesmiati Soepandji dalam Memperoleh Kesejahteraan, Ketenteraman, dan Kebahagiaan Hidup yang Abadi terbitan 2009, Komaruddin menyatakan, dengan formula tersebut, Roesmiati Soepandji telah membesarkan putra-putrinya menjadi sarjana mandiri, berintegritas, terpandang dalam pergaulan nasional, dan sangat hormat kepada kedua orangtua. ”Hanya akar dan pohon yang sehat akan melahirkan dedaunan yang rimbun dan buah yang sehat sehingga memberi berkah bagi lingkungannya,” tulis Komaruddin.

Roesmiati dan suaminya, Brigadir Jenderal (Purn) dr Soepandji (alm), termasuk salah satu keluarga di negeri ini yang melahirkan anak-anak yang sukses. Tiga dari enam anak mereka menduduki jabatan tertinggi di beberapa lembaga, yakni Hendarman Soepandji, SH (64), mantan Jaksa Agung; Mayor Jenderal TNI Hendardji Soepandji (58), mantan Komandan Pusat Polisi Militer TNI dan mantan Asisten Pengamanan Kepala Staf Angkatan Darat; serta Prof Dr Ir Budi Susilo Soepandji (56) yang saat ini menjabat Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
Dua anaknya yang lain sukses berkarier dalam bidang pendidikan, yakni dr Hendarto (66), dosen di Universitas Diponegoro, Semarang; dan Dra Hendarti (60), dosen Universitas Yayasan Administrasi Indonesia, Jakarta. Adapun seorang putra lainnya, Ir Bambang Tri Sasongko (48), adalah pengusaha yang bergerak di berbagai bidang, antara lain batu bara dan pelabuhan. Bagaimana pasangan Roesmiati dan Soepandji mendidik dan membentuk karakter putra mereka hingga berhasil dalam studi dan karier? Saat ditemui, awal April 2011 di rumahnya di Magelang, Jawa Tengah, Roesmiati yang September mendatang genap berusia 87 tahun menuturkan, sejak kecil anak-anaknya dilatih disiplin oleh ayah mereka. ”Pukul 04.30 pagi anak-anak sudah dibangunkan dan diajari berenang oleh bapaknya,” ujarnya.

Sementara Roesmiati punya cara tersendiri membesarkan anak-anaknya. Sejak anak-anaknya masih kecil, setiap malam, sebelum tidur, dia menceritakan dongeng-dongeng dengan berbagai pesan moral. Kisah yang didongengkan adalah cerita dari kumpulan dongeng Hans Christian Andersen yang diubah menjadi cerita rakyat dengan cara mengganti nama tokohnya dengan nama-nama Jawa.

”Dengan mengganti nama yang lebih akrab dengan telinga mereka, anak-anak dapat lebih cepat menangkap dan merekam pesan moral dari cerita yang saya sampaikan. Dari dongeng itulah saya tanamkan kepada mereka agar kelak menjadi kusuma bangsa,” ujarnya seraya mengakui tidak begitu paham cerita rakyat karena sejak kecil mengenyam pendidikan ala Belanda.
Selain menanamkan nilai kesabaran, kasih sayang, dan kejujuran, sang ibu juga mendidik anak-anaknya takut akan


Tuhan. ”Saya ingin anak-anak saya menjadi kekasih Tuhan,” ujarnya.


Maka, sejak anak-anaknya lahir, doa Roesmiati selalu mengawal langkah anak- anaknya. Bahkan, demi kesuksesan anak- anaknya, sang ibu rela melakukan ritual puasa selama tiga hari, sebelum dan sesudah weton (hari kelahiran sesuai pasaran Jawa) tiap-tiap anak. Kebiasaan ini terus berlanjut hingga mereka menamatkan pendidikan sarjana. Sesuai dengan adat kebiasaan wanita Jawa, hal itu dilakukan sebagai upaya tirakat dan doa agar putra-putrinya dapat hidup sukses dan bahagia.

”Saya selalu pesan, jika jadi dokter sembuhkanlah banyak orang dan jangan cari uang, jadi guru jangan kejam, jadi tentara jangan untuk membunuh, dan jangan pernah korupsi dan memanipulasi dana pembangunan kalau jadi insinyur,” ujarnya.

when you educate one man, you educate one person, but when you educate one women, you educate one generation.

Pendidikan anak-anak diarahkan

Saat anak-anak mereka lulus SMA, Roesmiati menegaskan, dia dan suaminya memang mempersiapkan ke mana anak- anak itu harus melanjutkan studi. Kecuali Hendardji yang sejak kecil bercita-cita menjadi tentara, lima anak pasangan Roesmiati dan Soepandji diarahkan kuliah dengan disiplin ilmu berbeda-beda.
Putra sulung, dr Hendarto (Nto), mengikuti jejak sang ayah, menjadi dokter dan kini dosen di Fakultas Kedokteran Undip. Putra kedua, Hendarman Soepandji (Mamang), yang awalnya ngotot masuk jurusan teknik, akhirnya mau kuliah di Fakultas Hukum, sebagaimana keinginan orangtuanya. Hendarman tak hanya menjadi jaksa biasa, tetapi dalam kariernya dia mencapai jabatan tertinggi di Kejaksaan Agung.

Anak ketiga yang merupakan satu-satunya perempuan, Hendarti (Heni), diarahkan kuliah di bidang psikologi dan hingga kini menjadi dosen Psikologi di Kampus YAI Jakarta.
Sementara putra keempat, Hendardji (Haji), yang sejak kecil menunjukkan minat dengan dunia tentara, sejak lulus SMA memantapkan diri masuk Akademi Militer Magelang. Tak hanya sukses berkarier militer, kini Hendardji juga dipercaya menjabat Direktur Utama Pusat Pengelolaan Kompleks Kemayoran (PPKK) Jakarta.

Budi Susilo Soepandji (Usi) yang merupakan anak kelima pasangan Roesmiati dan Soepandji sejak kecil menunjukkan kemampuan berpikir secara bijaksana. Budi pun mengenyam pendidikan S-2 dan S-3 di Perancis. Sebelum dipercaya presiden menjabat Gubernur Lemhannas, Budi pernah menjabat Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan dan Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Berbeda dengan kelima kakaknya, putra bungsu, Bambang Tri Sasongko (48), memilih berkecimpung di dunia usaha. Pendidikan karakter yang ditanamkan sejak kecil hingga kini dipegang anak-anak Roesmiati dan Soepandji. Bahkan, Hendardji dalam buku biografinya mengakui mendidik anak bukan hanya menjadikan seorang anak menjadi pintar, melainkan yang jauh lebih penting harus mempunyai karakter. ”Sehingga sekarang, saat usia kami sudah tua begini, dongeng itu masih membekas sehingga saya merasa inilah pendidikan yang paling efektif,” demikian pandangan Hendardji tentang sosok ibunya.

Sebagai perempuan, Roesmiati menyatakan, dia tidak hanya sekadar menjadi ibu yang melahirkan anak-anak, tetapi juga sebagai pendidik anak yang pertama dan utama dalam membentuk anak-anak yang berbudi pekerti luhur. Pertama, karena anak dikandung ibu dan utama karena ibulah yang setiap saat berada di sisi anak-anaknya.

Seperti ungkapan dalam sebuah buku, when you educate one man, you educate one person, but when you educate one women, you educate one generation. Ketika Anda mendidik satu orang, Anda mendidik satu orang, tetapi ketika Anda mendidik satu perempuan, Anda mendidik satu generasi.


Penulis: SONYA HELLEN SINOMBOR DAN REGINA RUKMORINI
Sumber: Kompas-Ekstra, Edisi Mei – Juni 2011
Read More …

Pemerintah sudah menyadari betul akan bahaya yang bisa ditimbulkan di dunia maya. Untuk mengantisipasi hal itu, maka akan dibuat sistem pertahanan internet yang berisikan para hacker alias peretas.

Ya, pemerintah memang berencana membuat lembaga khusus yang akan menjaga keamanan nasional di dunia maya. Fungsinya bisa bermacam-macam, mulai dari menangkis serangan secara langsung, penyaringan informasi yang telah diselewengkan untuk kepentingan tertentu, dan aksi lain yang diperlukan untuk menjaga keamanan di internet.

Karena fungsinya yang amat penting, maka tak sembarang orang yang akan masuk ke dalam lembaga tersebut. Bahkan Gurbernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Budi Susilo Soepanji, sempat berujar akan merekrut peretas berbakat.

"Misalnya hacker, tapi belum tentu semua hacker. Ada tingkatannya, tapi yang paling penting mereka mengetahui bagaimana cara membela negara," kata Budi, saat ditemui di Discovery Kartika Plaza Hotel, Bali, Kamis (5/7/2012)

Namun sayanganya hingga saat ini rencana tersebut belum bisa direalisaikan dan hanya masih sebatas konsep. Budi pun tidak berani memastikan kapan hal itu bisa diwujudkan.

"Lemhanas hanya bisa menyarankan langkah-langkahnya, sedangkan kewenangannya tetap ada di regulator," tungkas Budi, seraya meninggalkan hotel.


Read More …

Penandatanganan Nota Kesepahaman Lemhannas – BIG dan Lemhannas -BPS

Selasa, (11/12) bertempat di Gedung Astagatra Lt. III Barat Lemhannas RI, Gubernur Lemhannas RI, Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji, DEA bersamadengan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Dr. Suryamin menandatangani Nota Kesepahaman bersama. Kedua lembaga ini telah menyepakati untuk menjalin dan mengadakan kesepahaman dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan bersama.
Nota Kesepahaman yang bertujuan untuk meningkatkan dan menjalin hubungan kelembagaan antara Lemhannas RI dan BPS ini mencakup ruang lingkup pendidikan dan pelatihan, pengkajian dan penelitian, pemantapana nilai-nilai kebangsaaan dan pemanfaatan data dan informasi statistik.
Dikesempatan yang sama, Gubernur Lemhannas RI juga menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Dr. Asep Karsidi, M.Sc.
Seperti pada Nota kesepahaman bersama dengan BPS, ruang lingkup yang tercakup hampir sama yakni pada pendidikan dan pelatihan, pengkajian dan penelitian, pemantapan nilai-nilai kebangsaan dan penyelenggaraan informasi geospasial untuk ketahanan nasional

“...dokumen nota kesepahaman ini segera ditindaklanjuti dengan kegiatan nyata, diawali sub kegiatan pemanfaatan data dan informasi statistik, sehingga dapat memperkuat data Labkurtannas Lemhannas RI dalam mendukung validitas dan keabsahan data...” harap Gubernur Lemhannas RI kepada BPS.

Pelaksanaan kedua Nota kesepahaman yang telah ditandatangani oleh Gubernur Lemhannas RI ini akan berlangsung selama lima tahun sejak hari ini. Kedepannya pelaksanaan nota kesepahaman ini akan dilaksanakan evaluasi secara berkala minimal satu kali dalam setahun secara bersama-sama. Lemhannas RI, khususnya dari Deputi Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan Lemhannas RI dan Labkurtannas, Badan Informasi Geospasial, dan Badan Pusat Statistik diharapkan segera dapat merancang dan menyusun rrencana kegiatan, sehingga dapat dilakukan kegiatannya pada tahun 2013 nanti.

Perjanjian Kerjasama Lemhannas RI – BIG

Dengan ditandatanganinya Nota kesepahaman antara Lemhannas RI dengan BIG, maka pada hari dan kesempatan yang sama pula kedua lembaga ini melakukan penandatanganan kerjasama sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman yang telah disepakati.
Perjanjian Kerjasama tersebut ditandatanagani oleh Sekretaris Utama Lemhannas RI Dr. Chandra Manan Mangan, M.Sc dan Sekretaris Utama BIG Ir. Budhy Andono Soenhadi, M.C.P
Kerjasama yang disepakati ini akan dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsi kedua lembaga ini diantaranya kerjasama dalam hal pendidikan, pengkajian, pemantapan nilai-nilai kebangsaan dan penyelenggaraan informasi geospasial untuk pembangunan knowledge Lemhannas RI dan Ketahanan Nasional.
Read More …

Di jantung Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), ada nama Budi Susilo Soepandji. Menjabat gubernur lembaga sejak Februari 2011, dialah yang bertanggung jawab atas urusan penyemaian bibit ketahanan negara di kalangan pejabat senior negara, tokoh sipil, kader partai, dan akademisi. Kepada reporter SINDO Weekly, Sukron Faisal, pekan lalu, Budi Susilo bercerita soal kebangkitan bangsa, soal kemiskinan, jurang sosial, dan kerawanan lainnya yang mengintai di horizon. Petikannya:

Bagaimana Anda melihat semangat kebangkitan nasional pasca-Reformasi?
Dulu, kebangkitan nasional dilatari semangat bebas dari kolonialisme. Tapi kini, utamanya setelah Reformasi, kami di Lemhanas melihat ada tantangan baru dengan corak yang lain. Yang utama adalah soal pengentasan kemiskinan dan pemerataan distribusi kekayaan. Soal lainnya adalah radikalisme dan ultraliberalisme.

Bisa dijelaskan lebih jauh?
Kalau Anda perhatikan, ketimpangan ekonomi kini kian terasa seiring hari. Ini persoalan serius. Mereka yang berpikiran pendek, utamanya kalangan radikal ataupun ultraliberal, bisa memanfaatkannya untuk membakar kecemburuan dan, tidak mustahil, prahara dalam struktur sosial. Pemerintah harus waspada. Perlu ada forum untuk menjelaskannya ke publik luas bahwa ada kerawanan yang luar biasa. Dalam soal hukum juga. Pemerintah perlu menunjukkan secara serius kalau hukum tidak berpihak kepada kalangan berpunya atau ke mereka yang pintar menakut-nakuti. Warga harus bisa merasakan kalau negara melindungi mereka setiap saat, dari urusan paling kecil hingga yang menyangkut kepentingan orang banyak, semisal transportasi publik dan perumahan.

Ada kritik belakangan ini kalau kita belum sepenuhnya berdaulat. Di udara, misalnya, Singapura masih menguasai jalur dan lalu lintas penerbangan di seputar Kepulauan Riau?
Kedaulatan yang Anda sebutkan itu lebih kepada kedaulatan fisik. Sementara pendelegasian wewenang pengaturan lalu lintas udara ke Singapura itu terkait dengan pertimbangan ekonomi dan hukum penerbangan. Jadi ada dasarnya. Bukan penyerahan kedaulatan negara.

Dalam konteks yang lebih besar, menurut Anda bagaimana Indonesia seharusnya memosisikan diri di hadapan Amerika dan adidaya baru seperti Cina?
Bila merujuk kepada pembukaan UUD 45, semuanya jelas. Pemerintah harus melindungi seluruh tumpah darah dan keutuhan bangsa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta dalam perdamaian dunia yang abadi. Intinya, pemerintah tidak boleh memosisikan di salah satu negara itu. Kita harus menjaga hubungan baik dengan semua pihak. Ada juga kasus negara lain terus melecehkan bangsa kita, tapi kita harus mendekatinya, tidak menyerang. Bangsa yang besar selalu terbuka untuk berdialog.

Kejahatan transnasional seperti terorisme dan narkotika menjadi ancaman bagi Indonesia. Sejauh mana Anda melihat upaya pemerintah mengatasi persoalan?
Kejahatan transnasional adalah kejahatan yang never ending, tak ada habisnya. Ia melibatkan banyak pihak, dalam dan luar negeri. Negara bisa rusak, efeknya bisa sampai ke anak cucu.

Bagaimana dengan perkembangan reformasi dan revitalisasi TNI? Apakah sudah di jalur yang diharapkan?
Anda sebaiknya bertanya soal ini ke Kementerian Pertahanan. Saya pribadi sih optimistis.

Capaian prestasi pertahanan negara yang menurut Anda fenomenal?
Saya kira sangat membanggakan. Anda bisa tanyakan ke Mabes TNI apa saja yang sudah mereka lakukan untuk menjaga kedaulatan negara. Saya juga angkat topi untuk industri pertahanan yang beberapa tahun lalu memiliki kemajuan luar biasa. Belum sampai puncaknya, memang, tapi maju cukup luar biasa.

Harapan Anda terhadap ketahanan nasional bangsa?
Ada persatuan bangsa dalam wadah yang berlandaskan Pancasila.
Read More …

Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) Budi Susilo Soepandji bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) bertemu untuk membahas permasalahan tata ruang ibukota.

"Bersama bapak Jokowi, kami membicarakan masalah-masalah yang ada di Jakarta, terutama menyangkut tata ruang, seperti penataan kampung atau daerah-daerah kumuh," kata Budi usai melakukan pertemuan dengan Jokowi di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu.

Budi mengaku setuju dengan gagasan Jokowi terkait penataan kampung-kampung yang ada di wilayah DKI sehingga tidak menimbulkan kesan semrawut. "Kami mendukung ide bapak Jokowi untuk menghidupkan kembali kampung-kampung yang ada di Jakarta, bukan menghilangkannya dan menggantinya dengan gedung-gedung tinggi," ujar Budi.

Menurut dia, kampung-kampung yang ada di wilayah Jakarta harus tetap dipertahankan, namun juga harus ditata sedemikian rupa sehingga tampak lebih rapi, indah dan tidak kumuh. Pada kesempatan yang sama, Jokowi mengapresiasi semangat gotong royong yang disampaikan oleh Gubernur Lemhannas dalam membangun Jakarta.

"Seperti yang disampaikan bapak Budi tadi, saya ingin agar seluruh masyarakat bergotong-royong dalam pembangunan Jakarta, termasuk pengerjaan wilayah-wilayah kumuh dan lain-lainnya," tutur Jokowi. (ant/gor)
Read More …



Read More …

Budi Susilo Soepandji (lahir di Yogyakarta, 27 Oktober 1954; umur 58 tahun), adalah Gubernur Lemhannas yang dilantik Presiden Republik Indonesia pada tanggal 17 Februari 2011 berdasarkan Keppres No.128/P/2010, 1 Desember 2010. Di dalam Lembaga tersebut yang Budi Susilo mengemban amanah Presiden Republik Indonesia untuk memproyeksikan Lemhannas menjadi "Think Tank" negara berkelas dunia, yang selain bertanggung jawab dalam melakukan kajian mendalam tentang Geostrategi dan Geopolitik Republik Indonesia, juga bertanggung jawab melakukan pendidikan kader pimpinan tingkat nasional yang meliputi para akademisi, birokrat, pelaku bisnis, lembaga swadaya masyarakat serta TNI/ POLRI sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2006.

Budi Susilo lahir dari pasangan Brigjen (TNI) dr. H. Soepandji dan Roesmiati Soepandji. Ia yang tumbuh dan besar di kota Magelang Jawa Tengahadalah anak kelima dari enam bersaudara. Dua kakak laki-lakinya adalah Dr (HC) Hendarman Supandji, SH (Mantan Jaksa Agung Republik Indonesia) dan Mayjen (Purn) Drs. Hendardji Soepandji, SH (Mantan Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat). Dalam masa pertumbuhannya ia sangat dipengaruhi oleh didikan seorang kerabat bernama Kapten (TNI) R. Soenarto Mertowardojo, di mana ia belajar untuk memiliki kepercayaan yang benar kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan kasih sayang kepada sesama hidup. Dengan berpegang pada prinsip inilah Budi Susilo menjadi manusia yang matang.

Tumbuh di lingkungan sekolah menengah dengan aktif berorganisasi (OSIS dan Pramuka) telah mengasahnya menjadi manusia yang menghargai perbedaan pendapat namun tetap berani membuat keputusan. Budi Susilo memperoleh gelar insinyur dari Universitas Indonesia tahun 1979. tahun 1981 hingga 1986, ia mengenyam pendidikan di Ecole Centrale Paris, sehingga memperoleh gelar Master dan Doktor. Tahun 1994, Budi Susilo mendapatkan penghargaan dari Presiden Suharto, sebagai peringkat I Dosen Teladan tingkat Nasional. Prestasi ini diikuti dengan memperoleh berbagai penghargaan atas keberhasilannya dalam melakukan penelitian-penelitan bersaing tingkat nasional. Pada tahun 1998, Universitas Indonesia menganugerahinya sebagai Guru Besar Tetap bidang Mekanika Tanah. Pendidikan lain yang Budi Susilo ikuti adalah Kursus Reguler Angkatan 37 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, lulus dengan predikat Andalan, selain itu pada tahun 2009 juga mengikuti kursus singkat Geostrategi dan Geopolitik di Jerman pada Marshall Center (2009) dan di Amerika Serikat pada Stanford University (2010).

Selain sibuk meneliti dan melaksanakan peran sebagai pendidik, Budi Susilo meniti karir di Fakultas Teknik Universitas Indonesia dimulai dari Kepala Laboratorium Mekanika Tanah, Kepala Jurusan Teknik Sipil, Direktur Lembaga Teknologi Universitas Indonesia, Pembatu Dekan, dan Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (2000-2004). Selama menjadi Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, pada tahun 2002, Budi Susilo berhasil menyelenggarakan Pameran Pertahanan kolaborasi Departemen Pertahanan Republik Indonesia dengan Universitas Indonesia, sebagai bentuk sumbangsih dunia penelitian dan akademisi Indonesia dalam menjaga kedaulatan negara.

Sejak tahun 2004, karier Budi Susilo berlanjut di lingkungan pemerintahan, diawali sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah III Jakarta Ditjen DIKTI Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (2004-2005) dan Direktur Jenderal Potensi Pertahanan (Dirjen Pothan) Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2005-2011). Selama menjadi Dirjen Pothan Budi Susilo gigih memperjuangkan pertahanan negara nir-militer, serta memacu komponen bangsa ikut dalam usaha membela negara, melalui Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan Pertahanan Negara.

Selain aktif dalam dunia pemerintah, Budi Susilo juga aktif membina Orkes Simfoni Mahawaditra Universitas Indonesia dan sebuah forum diskusi pemuda. Budi Susilo gemar bermain musik, berolah raga dan berdiskusi. Budi Susilo menikah tahun 1983 dengan Hera Widayanti putri dari Mantan Rektor Universitas Diponegoro Prof. Sudarto , SH.


Hasil Penelitian


  • Characteristic of Indonesia Peat Case Study : Sumatera dan Kalimantan Peat ( Wiwik Rahayu, Budi Susilo S.,Erly Bahsan)
  • Site Characterization for Foundation Design and Analysis Study Using Field and Laboratory Test Data ( Case Study of Soil Investigation at Office Building Complex Project, Thamrin – Jakarta ( Budi Susilo S., Damrizal Damoerin, J.Andromeda)
  • Improving Building Maintainability using Constructability Aproach: A Review of Indonesian Contructed Facilities ( B.Trigunarsyah, Budi Susilo S.,Ismeth A.Abidin)
  • The Influence of Passive Protection Systems to the Performance Based Fire Safety Design on High Rise Office Building in Jakarta ( Manlian Ronald A.,Budi Susilo S.,Ismeth Abidin,B.Trigunarsyah, Erdi AA)
  • Identification of The Cause Of Internal Factor Problems That Influence Construction Company\’s Performance In Indonesia (Sudarto,Budi Susilo S.,Ismeth S.Abidin,B.Trigunarsyah)
  • Pengaruh Tingkat Konsoloidasi Berlebihan (OCR 1,2 3 dan 4 ) Terhadap Kekuatan Geser Tanah Gambut Kalimantan Pada Kondisi Terkonsolidasi Tak Terdrainasi ( Budi Suli S.,Damrizal Damoerin, Rudy Yulianto)
  • Perbandingan Kekuatan Geser Tanah Gambut dengan Abu Gambut + Lempung pada Beberapa Variasi Campuran Pada Pada Kondisi Compacted Consolidate Undrained ( Damrizal Damoerin,Budi Susilo S.,Yudi Armansyah)
  • Pengaruh Bangunan Terhadap Daerah Genangan di Wilayah Propindi DKI Jakarta ( Budi Susilo S.,J.Andromeda)
  • Peat Stabilization Using Peatsolid ( Budi Susilo S., Damrizal D.,Boy Irwandi, J.Andrmeda.Erly Bahsan )
  • Uji Skala Penuh Model Konstruksi Jalan di Atas Tanah Gambut Menggunakan Bahan material Ringan EPS( Expanded Poly Styrene) (Budi Susilo S.,Damrizal D.,J.Andromeda, Erly Bahsan)
  • Kinerja Group Tiang Yang Menerima Beban Lateral Di Lapisan Lempung : Studi Model Centrifuge ( Tommy Ilyas, Budi Susilo S.)
  • Penelitian Penurunan Konstruksi Trial Embankment dengan EPS Di Atas Tanah Gambut menggunkan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus Bereng Bengkel Kalimantan Tengah ) ( Budi Susilo S.,Damrizal D.,Irwan K.,Asti W.A)
  • Korelasi Pendekatan Dengan Settlement dan Pore Pressure Untuk Evaluasi Koeffsien Konsolidasi Primer ( Budi Susilo S.,H.Samudra)
  • Prediksi Perilaku Timbunan diatas Tanah Gambut Menggunakan Metode Elemen Hingga Studi Kasus Uji Timbunan Bereng Bengkel ( Wiwik Rahayu, Budi Susilo S.,Erly Bahsan )
  • Pengembangan Sistem Bisnis Perusahaan Jasa Konstruksi Di Indonesia Dengan Menggunakan Knowledge Base Management System ( Sudarto,Budi Susilo S.,Ismeth S.Abidin,B.Trigunarsyah )
  • Framework Of Performance Based Fire Safety Design Bangunan Tinggi Perkantoran Di DKI Jakarta Manlian R.A., Budi Susilo S., Ismeth S.Abidin, Bambang Trigunarsyah )
  • Analisis Hasil Uji Triakxial dalam Kondisi Terkonsolidasi Terdrainasi pada Pemadatan Gambut dengan Bahan Stabilisasi Peat Solid ( Budi Susilo S., Damrizal Damoerin, Helmi A.)
Read More …


Ini adalah cerita Ny Roesmiati, seorang ibu yang punya anak-anak sukses. Ada yang menjadi Jaksa Agung, Dirjen di Departemen Pertahanan dan petinggi TNI AD. Di hari Ibu ini, Ny Roesmiati berbagi pengalaman.

Laporan Ridlwan, Magelang




SALAH satu ibu hebat itu adalah Ny Roesmiati, ibunda Jaksa Agung Hendarman Soepandji. Dari rahim wanita 84 tahun itu, lahir enam anak yang semua membanggakan.

Enam anak itu hasil dari pernikahannya dengan almarhum Brigjen (pur) dr Soepandji. Anak pertama, Hendarto, kini menjadi dokter, sekaligus pensiunan dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Kedua, Hendarman Soepandji yang kini dipercaya menjadi jaksa agung.

Ketiga, Hendarti, satu-satunya perempuan, yang berprofesi sebagai psikolog. Keempat, Mayjen Hendarji Soepandji, mantan komandan Pusat Militer TNI-AD yang kini menjabat asisten pengamanan kepala staf Angkatan Darat. Mayjen Hendarji itulah yang berhasil mengungkap kasus penimbunan puluhan senjata api di rumah almarhum Brigjen Koesmayadi dua tahun silam.

Kelima, Prof Dr Ir Budi Soesilo Soepandji, Dirjen Potensi Pertahanan dan Keamanan di Departemen Pertahanan dan pernah menjadi dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Yang bungsu, Ir Bambang Trisasongko MSc, adalah insinyur teknik mesin yang sekarang menjadi pengusaha.

Tentu saja, melihat anak-anaknya sudah menjadi ''orang'', bahkan bukan ''orang sembarangan'', Ny Roesmiati merasa tenang. ''Sebagai orang tua, saya hanya mendoakan mereka,'' kata wanita kelahiran Purwokerto 25 September 1924 itu kepada Jawa Pos yang berkunjung ke rumahnya di Jl A. Yani, Magelang, Jawa Tengah, Kamis petang lalu (18/12).

Sepeninggal suaminya yang puput usia sepuluh tahun lalu, Bu Pandji -panggilan akrab Ny Roesmiati- menetap di rumah itu. Setelah pensiun dari dinas militer, dr Soepandji sempat mengajar di Fakultas Kedokteran UGM (Universitas Gadjah Mada). Namun, dia tetap memilih tinggal di rumah yang tak jauh dari Akademi Militer itu.

Sehari-hari Bu Pandji ditemani Yati, pembantunya, dan seorang lagi pembantu laki-laki yang ikut menjaga keamanan rumah. Anak kecil yang membukakan pintu saat Jawa Pos mengetuk pintu rumah tersebut adalah Reza, anak Yati, yang duduk di taman kanak-kanak.

Meski tinggal jauh dari anak-anaknya (semua tinggal di Jakarta), Bu Pandji tak pernah merasa kesepian. ''Saya bersyukur karena anak-anak kalau sedang dinas ke sini selalu mampir. Apalagi, lingkup tugas mereka memang sering ada acara di Magelang,'' katanya. Komunikasi melalui telepon dengan anak, menantu, dan cucu juga tak pernah putus.

''Kalau Idul Fitri, saya yang diboyong ke Jakarta. Lebih praktis, hemat waktu, dan segalanya,'' cerita nenek 14 cucu dan enam buyut itu. Nada bicara Bu Pandji masih sangat tegas meski pengucapannya lembut. Semua putra-putri Bu Pandji memang berkarir di ibu kota.

Apa rahasianya bisa sukses membesarkan dan mendidik semua anak-anaknya? Ditanya seperti itu, ibu yang masih aktif menjadi anggota Dewan Pembina Senam Sehat Indonesia itu malah tersenyum. ''Wah, sebenarnya saya ini juga tidak punya resep khusus. Apa ya wangun (pantas) saya diwawancarai,'' ujarnya merendah.

Sejak masa-masa perang kemerdekaan, Bu Pandji aktif mendampingi suami bergerilya. Dalam situasi penuh keprihatinan, dia membesarkan anak-anaknya. ''Hendarman itu pernah hilang saat usianya dua tahun di Cawas, Klaten,'' ceritanya, mengingat-ingat peristiwa puluhan tahun silam. Ketika itu, lanjut dia, Hendarman hilang persis saat hari ulang tahunnya, 6 Januari 1947.

Saat itu Bu Pandji sedang bertugas di garis belakang dan merawat anak-anak tentara yang kehilangan orang tua. Ada 17 anak tentara yang harus diopeni (dirawat). ''Karena tidak punya uang, celana Pak Pandji saya tukar dengan 100 kilogram beras. Beras itu saya bagi untuk 17 anak, masing-masing kebagian satu lepek (piring kecil),'' tuturnya. Hari itu kebetulan adalah hari kelahiran Hendarman. Bu Pandji berusaha menyisihkan sebagian beras itu untuk membuat kue untuk acara anak keduanya itu.

Tapi, hari itu juga bertepatan dengan serangan bom bertubi-tubi dari tentara Belanda. Penduduk harus berlindung, mengungsi, dan berpindah-pindah tempat. Betapa kagetnya ketika sore dia disusul kurir dan mengabarkan posisi suaminya. ''Dalam surat itu, Bapak bilang dalam kondisi sehat dan baik. Tapi, Hendarman tidak disebut,'' katanya. Saat itulah, baru disadari bahwa Hendarman hilang.

Sebagai ibu, tentu saja Bu Pandji sangat panik saat itu. Beruntung, setelah beberapa hari baru diketahui bahwa Hendarman diselamatkan salah seorang pejuang. ''Rasanya lega sekali,'' katanya.

Di masa-masa setelah perang kemerdekaan, Bu Pandji tetap menjalani hidup prihatin.Apalagi sebagai dokter tentara, suaminya sering berpindah-pindah tempat tugas.

Sebagai istri prajurit, Bu Pandji pernah merasakan hidup di berbagai medan. Di antaranya, berada di situasi perang dalam menghadapi pemberontakan PRRI, DI/TII di Sulawesi Selatan, dan operasi pembebasan Irian Barat. Itulah yang membuatnya terlatih menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan.

''Saya puasa untuk tiap anak saya. Semua bagi saya istimewa dan membanggakan,'' katanya. Bu Pandji berpuasa tiga hari setiap pasaran hari lahir anaknya dalam perhitungan kalender Jawa. Misalnya, hari pasaran anaknya jatuh pada Senin Wage. Maka, mulai Minggu Pon, dia sudah berpuasa hingga sehari setelahnya, yakni Selasa Kliwon.

''Saya juga puasa untuk hari lahir saya dan hari lahir suami. Jadi, total seharusnya 24 hari sebulan. Tapi, karena ada anak yang sama hari lahirnya, tinggal 18 hari dalam sebulan. Jadi, dalam sebulan, saya berpuasa 18 hari,'' katanya.

Itu dilakukan Bu Pandji hingga semua anaknya kuliah. ''Sekarang mereka dan menantu-menantu saya yang melakukannya. Saya sendiri sudah tidak puasa karena pertimbangan kesehatan,'' katanya.

Meski demikian, jika ada anak-anaknya yang sedang menjalani ujian berat dalam kehidupan, Bu Pandji masih sering puasa untuk anak-anaknya. ''Tapi, ingat, jangan pamrih. Kalau pamrih, justru tidak benar. Misalnya, ah saya mau puasa agar anak saya jadi jaksa agung. Nah, itu yang salah. Puasa itu mohon pertolongan Tuhan agar anak-anak diberi yang paling baik. Semua pinaringan Gusti (pemberian Tuhan, Red) itu pasti baik,'' paparnya.

Bu Pandji tak pernah memaksa anak-anak memilih jalur hidup tertentu. Misalnya, memaksa agar menjadi tentara, dokter, dan sebagainya. ''Mereka memilih sendiri,'' katanya. Dia mencontohkan, Hendarman setelah lulus SMA 1 Magelang ingin masuk menjadi anggota KKO/Marinir (TNI-AL).

''Waktu itu dia sakit, harus operasi. Tapi, dipanggil untuk tes, ya nekat. Saat disuruh push up sebelas kali langsung semaput. Setelah sadar, dia minta diulang. Eh, tiga kali semaput. Ya sudah, dia pulang,'' ceritanya, lalu tersenyum.

Setelah itu, Hendarman yang lulusan jurusan ilmu pasti itu masuk ke Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, dan berkarir menjadi jaksa hingga sekarang.

Selain puasa, Bu Pandji menekankan pentingnya menjaga sikap saat mengandung. ''Biasakan dengan sifat rilo (rela), nrimo (menerima, ikhlas), jujur, sabar, dan budi luhur. Insya Allah, itu juga akan membawa kebaikan untuk anak-anak yang akan dilahirkan,'' katanya.

Masih Aktif di Organisasi

Peringatan Hari Ibu bagi Ny Roesmiati atau Bu Pandji selalu menjadi saat istimewa. Itu disebabkan, dia pernah memimpin gabungan organisasi wanita (GOW) di Magelang selama enam periode (1969-1992). ''Peringatan Hari Ibu di Indonesia itu kan beda dengan Eropa. Di sana Mother's Day tiap Maret dan pada hari itu wanita benar-benar tidak bekerja. Sedangkan kita kan mengenang kongres perempuan pertama 1928 di Jogja,'' kata ibunda Jaksa Agung Hendarman Soepandji tersebut.

Saat memimpin organisasi wanita di Magelang, Bu Pandji mewakili berbagai organisasi. Di antaranya Persatuan Istri Prajurit (Persit), Ikatan Istri Dokter Indonesia, dan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia. Sekarang Bu Pandji juga masih aktif sebagai pembina Senam Sehat Indonesia. ''Saya ini pelatih utama nasional lho. Jadi, saya juga masih sering turun ke lapangan,'' katanya.

Ibu yang menguasai bahasa Belanda dan Inggris'itu adalah putra dr Roestamadji, ahli penyakit kulit di Purwokerto, Jawa Tengah. Pada masa penjajahan Belanda, hanya pribumi yang orang tuanya dokter atau bupati bisa belajar di sekolah Belanda. Karena itu, dia memulai pendidikannya dari lagere school, lalu MULO (setingkat SMP), kemudian AMS (setingkat SMA). Di antara 80 siswa lagere school-nya, hanya 30 orang yang bisa masuk MULO bagian B, termasuk dia.

Bu Pandji juga pernah menjadi juara berhitung di sekolah menengah di Jawa Timur, juga di Karesidenan Banyumas, Jawa Tengah. Kegemarannya berolahraga mengantarkan dia menjadi juara bulu tangkis se-Karesidenan Banyumas pada 1937 dan 1942 dia menjadi juara bulu tangkis sekolah setingkat SMA se-Jawa Timur.

Kini di hari tuanya, Bu Pandji aktif memberi ceramah ke berbagai tempat. ''Tahun ini saya mengisi di Papua dan Sulawesi, yang datang memang terutama wanita,'' katanya. Dia juga aktif di Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu), sebuah organisasi olah jiwa yang berdiri pada 20 Mei 1949 di Surakarta. Sekarang anggotanya sudah 200 ribu orang. ''Ya, memang lebih sedikit jika dibandingkan jumlah jamaah haji tiap tahun,'''ujarnya.

Anak-anak Bu Pandji juga menjadi pengurus Pangestu. Prof Dr Budi Susilo Soepandji, anak kelimanya, menjadi ketua III Pangestu. Hendarman dan Hendarji menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pangestu. ''Itu olah jiwa agar lebih dekat kepada Tuhan,'' katanya.

Di berbagai kota, Bu Pandji sering memberi materi tentang peran wanita dalam rumah tangga. ''Ada empat, yakni wanita itu pendamping dan kekasih suami, wanita sebagai penerus keturunan, wanita sebagai pendidik pertama dan utama bagi putra-putrinya, dan wanita sebagai abdi masyarakat,'' jelasnya. Berkarir di bidang apa pun tidak menjadi masalah sepanjang berpedoman pada prinsip itu.

''Mendampingi suami itu bukan berarti ngintil ke mana-mana, tapi bisa juga dengan doa,'' ujarnya. Bu Pandji juga mengingatkan para istri agar selalu berpikir positif pada suami.(kum)

Read More …


Read More …



Read More …


Read More …


Read More …